Rabu, 30 September 2009

Merayakan Laitul Qadar

Dari sekian banyak hal yang patut kita rayakan di akhir Ramadhan ini, saya yakin salah satu yang terpenting adalah merayakan sebuah malam yang telah dilalui. Sebuah malam yang ternyata lebih bermutu ketimbang seribu bulan di masa-masa mendatang dalam hidup kita. Malam (Laelatul) Qadar adalah sebuah malam yang dinanti-nantikan oleh setiap insan Muslim, dan disambut kedatangannya dengan berbagai bentuk pengabdian, baik berupa qayamullael (shalat tahajjud), qiraah al qur'an (bacaan al qur'an) atau bermacam bentuk ibadah lainnya. Bahkan tidak jarang sebuah masjid melakukan berbagai kegiatan ibadah semalam suntuk.

Apakah "Malam Qadar" itu? Dan kenapa demikian penting di mata insan-insan Muslim? Jawabannya tentu ditemukan pada S. Al Qadar:
"Sungguh Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada Malam Al Qadr. Tahukah anda apa Malam Al Qadr itu? Malam Al Qadr itu lebih baik dari seribu bulan".

Pada ayat pertama Allah menegaskan bahwa di malam yang disebut "Laelatul Qadr" itulah diturunkan Al Qur'an. Lalu untuk menarik perhatian pembaca surah ini, Allah mengajukan sebuah pertanyaan: "Dan tahukah engkau apa yang disebut Malam al Qadr?", yang kemudian dijawabnya sendiri: "Malam al Qadr itu lebih baik dari seribu bulan".

Kalau seandainya ada yang kemudian mempertanyakan, kenapa "Laelatul Qadr" itu lebih baik dari seribu bulan? Apa dasar dan alasannya? Apakah ada kwalitas yang dimiliki secara khusus tanpa malam yang lain? Apakah "khaeriyah/imtiyaz" (kebaikan/keistimewaan) malam itu karena malam (sebuah potongan masa) sendiri? Apakah karena Muslimnya yang sedang beribadah malam itu? Atau sebenarnya karena apa?

Beragam respon yang diberikan oleh kaum Muslimin. Sebagian besar, diantaranya, menilai bahwa "keistimewaan" malam itu adalah karena malamnya tersebut. Sehingga malam itu dijadikan (seolah) malam yang disucikan secara khusus, yang memiliki tanda-tanda lahir misalnya malamnya sejuk dengan terpahan angin lembut, langit di malam itu hampir tidak berawan dengan bulan yang terang benderang. Demikian juga di pagi harinya, tiba-tiba saja mentari terang benderang hampir tak terhalangi oleh sedikit awan pun.

Sebagian lain menilai, keistimewaan malam itu dikarenakan bahwa beribadah pada malamnya akan menghasilkan pahala senilai lebih dari beribadah selama seribu bulan pada malam-malam yang lain. Untuk itu, sebagian umat yang menafsirkan demikian, beribadah dengan sebanyak-banyaknya dan sekaligus cenderung mengkalkulasi secara matematis "nilai" pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, sebagian umat ini cenderung bersikap materialistis dalam menyikapi malam al Qadr ini. Akibatnya, dengan merasa telah mendapatkan "Laelatul Qadr", cukuplah kiranya ibadah perbekalan untuk menuju akhirah. Toh, kalau dihitung-hitung ke depan tidak mungkin lagi hidup seribu bulan untuk menyamai satu malam tersebut. Maka selepas Ramadhan, rasa ringan untuk meninggalkan kewajiban bukanlah masalah, karena semua itu telah tertutupi oleh ibadah semalam (laelatul Qadr) itu.

Saya melihatnya, bukanlah masalah jika memang cenderung dinilai demikian. Bukankah disunnahkannya "I'tikaf" di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan juga memang terkait dengan upaya mengoptimalkan ibadah pada malam-malam yang dianggap "kemungkinan besar" jatuhnya "Malam Besar" itu. Seorang Muslim termotivasi untuk melakukan ibadah sebanyak-banyaknya merupakan hidayah tersendiri. Sebab memang aneh, jika di awal-awal ramadhan masjid pada ramai tapi di penghujung Ramadhan justeru yang datang hanya segelintir. Padahal, sebaik-baik nilai amalan itu adalah "khawatimuha" (penutupnya). Beribadah secara maksimal di akhir-akhir Ramadan bisa jadi merupakan indikasi "Husnul Khaatimah" Ramadhan itu sendiri bagi seseorang.

Keajaiban Tumbuhan

Seorang mukmin berjalan di sebuah taman. Ia terpesona dengan keindahan taman yang merupakan kenikmatan Allah. Sesungguhnya, bagi yang sudi merenung, pada setiap benda hidup terdapat kebesaran-Nya.

Sebagai contoh, tanaman merambat yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain, merupakan fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan tanaman ini direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa tanaman merambat ini bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso.

Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistem yang unik dan tanpa cacat.

Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan tanaman ini, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa batang tanaman merambat tersebut dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan ikut terangkat juga.

Begitupun dengan pepohonan. Pernahkan kita memikirkan bagaimana air mencapai dedaunan yang tinggi? Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistem pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon.

Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistem pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia.

Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Dedaunan itu sesungguhnya bukan bentuk sederhana seperti yang terlihat mata. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi.

Begitulah, ketika menyusuri taman, kita memahami semua itu merupakan perwujudan sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal). Lihatlah: bunga daisy yang menguning. Kupu-kupu dengan ekornya yang indah meliuk di sela bunga.

Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.

Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.

Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.

Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat.

Penelitian di laboratorium-laboratorium untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.

Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia memuji-Nya. Sadar akan hal ini, seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan Allah seraya mengatakan,
"Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)" (QS. Al-Kahfi, 18: 39).

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman:
"...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

"... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji.
"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43)

Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.


Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.